Lewat bukunya yang merupakan catatan
perjalanan penelitian genetis populasi di dunia, ia mengungkapkan bahwa
peradaban yang ada sesungguhnya berasal dari Timur, khususnya Asia
Tenggara!
Buku “Eden in The East” oleh Stephen Oppenheimer |
Hal itu disampaikan Oppenheimer dalam diskusi bedah bukunya berjudul
‘Eden in The East’ di gedung LIPI, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat,
Kamis 28 Oktober 2010.
Sejarah selama ini mencatat bahwa induk peradaban manusia modern itu berasal dari Mesir, Mediterania dan Mesopotamia.
Tetapi, menurut dia, nenek moyang dari induk peradaban manusia modern berasal dari tanah Melayu yang sering disebut dengan Sundaland atau Indonesia.
Sejarah selama ini mencatat bahwa induk peradaban manusia modern itu berasal dari Mesir, Mediterania dan Mesopotamia.
Tetapi, menurut dia, nenek moyang dari induk peradaban manusia modern berasal dari tanah Melayu yang sering disebut dengan Sundaland atau Indonesia.
Peta animasi daerah Sundaland, selama dan sesudah zaman es. |
Akibat iklim Bumi yang semakin panas saat zaman es secara dramatis pada 65-52 ribu tahun yang lalu, membuat air laut semakin naik di daerah khatulistiwa yaitu Indonesia. Keadaan itu memaksa nenek moyang manusia pindah dari daerah khatulistiwa ke daerah utara dan selatan Bumi. (Stephen Oppenheimer) |
Apa buktinya? “Peradaban agrikultur Indonesia lebih dulu ada dari
peradaban agrikultur lain di dunia,” kata Oppenheimer dalam diskusi yang
juga dihadiri Jimly Asshiddiqie.
Lulusan fakultas kedokteran Oxford University melalui bukunya mengubah paradigma yang ada selama ini, bahwa peradaban paling awal adalah berasal dari daerah Barat.
Perjalanan yang dilakukannya dimulai dengan komentar tanpa sengaja oleh seorang pria tua di sebuah desa zaman batu di Papua Nugini.
Dari situ dia mendapati kisah pengusiran petani dan pelaut di pantai Asia Tenggara, yang diikuti serangkaian banjir pasca-sungai es hingga mengarah pada perkembangan budaya di seluruh Eurasia.
Oppenheimer meyakini temuan-temuannya itu, dan menyimpulkan bahwa benih dari budaya maju, ada di Indonesia. Buku ini mengubah secara radikal pandangan tentang prasejarah.
Pada akhir Zaman Es, banjir besar yang diceritakan dalam kitab suci berbagai agama benar-benar terjadi dan menenggelamkan paparan benua Asia Tenggara untuk selamanya.
Hal itu yang menyebabkan penyebaran populasi dan tumbuh suburnya berbagai budaya Neolitikum di Cina, India, Mesopotamia, Mesir dan Mediterania Timur.
Akar permasalahan dari pemekaran besar peradaban di wilayah subur di Timur Dekat Kuno, berada di garis-garis pantai Asia Tenggara yang terbenam.
“Indonesia telah melakukan aktivitas pelayaran, memancing, menanam jauh sebelum orang lain melakukannya,” ujar dia.
Oppenheimer mengungkapkan bahwa orang-orang Polinesia (penghuni Benua Amerika) tidak datang dari Cina, tapi dari pulau-pulau Asia Tenggara.
Sementara penanaman beras yang sangat pokok bagi masyarakat tidak berada di Cina atau India, tapi di Semenanjung Malaya pada 9.000 tahun lalu.
Eden In The East juga mengungkapkan bahwa berbagai suku di Indonesia Timur adalah pemegang kunci siklus-siklus bagi agama-agama Barat yang tertua.
Buku ini ‘membalikkan’ sejumlah fakta-fakta yang selama ini diketahui dan dipercaya masyarakat dunia tentang sejarah peradaban manusia.
“Buku ini memang juga ada biasnya. Karena penulis istrinya orang Malaysia sehingga ada perspektif Malaysia,” kata Jimly yang hadir dalam acara itu. (Fina Dwi Yurhami/vivanews/icc.wp.com)
Lulusan fakultas kedokteran Oxford University melalui bukunya mengubah paradigma yang ada selama ini, bahwa peradaban paling awal adalah berasal dari daerah Barat.
Perjalanan yang dilakukannya dimulai dengan komentar tanpa sengaja oleh seorang pria tua di sebuah desa zaman batu di Papua Nugini.
Dari situ dia mendapati kisah pengusiran petani dan pelaut di pantai Asia Tenggara, yang diikuti serangkaian banjir pasca-sungai es hingga mengarah pada perkembangan budaya di seluruh Eurasia.
Oppenheimer meyakini temuan-temuannya itu, dan menyimpulkan bahwa benih dari budaya maju, ada di Indonesia. Buku ini mengubah secara radikal pandangan tentang prasejarah.
Pada akhir Zaman Es, banjir besar yang diceritakan dalam kitab suci berbagai agama benar-benar terjadi dan menenggelamkan paparan benua Asia Tenggara untuk selamanya.
Hal itu yang menyebabkan penyebaran populasi dan tumbuh suburnya berbagai budaya Neolitikum di Cina, India, Mesopotamia, Mesir dan Mediterania Timur.
Akar permasalahan dari pemekaran besar peradaban di wilayah subur di Timur Dekat Kuno, berada di garis-garis pantai Asia Tenggara yang terbenam.
“Indonesia telah melakukan aktivitas pelayaran, memancing, menanam jauh sebelum orang lain melakukannya,” ujar dia.
Oppenheimer mengungkapkan bahwa orang-orang Polinesia (penghuni Benua Amerika) tidak datang dari Cina, tapi dari pulau-pulau Asia Tenggara.
Sementara penanaman beras yang sangat pokok bagi masyarakat tidak berada di Cina atau India, tapi di Semenanjung Malaya pada 9.000 tahun lalu.
Eden In The East juga mengungkapkan bahwa berbagai suku di Indonesia Timur adalah pemegang kunci siklus-siklus bagi agama-agama Barat yang tertua.
Buku ini ‘membalikkan’ sejumlah fakta-fakta yang selama ini diketahui dan dipercaya masyarakat dunia tentang sejarah peradaban manusia.
“Buku ini memang juga ada biasnya. Karena penulis istrinya orang Malaysia sehingga ada perspektif Malaysia,” kata Jimly yang hadir dalam acara itu. (Fina Dwi Yurhami/vivanews/icc.wp.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar